Benarkah Gangguan Kepribadian Paranoid Dipengaruhi Genetik?
Halodoc, Jakarta - Masalah psikologis sebenarnya bukan cuma menyoal skizofrenia, bipolar, PTSD, atau pula depresi saja. Pernah mendengar gangguan kepribadian paranoid? Gangguan psikis yang satu ini juga dikenal dengan paranoia. Paranoia ini memengaruhi pola pikir, fungsi, dan perilaku pengidapnya. Seseorang yang mengidap kondisi ini akan kesulitan memahami dan berhubungan dengan orang lain, serta situasi tertentu.
Lantas, apa penyebab gangguan kepribadian paranoid? Benarkah masalah mental ini bersifat genetik? Ini ulasannya.
Baca juga: Negatif Thinking Bisa Mengarah ke Paranoid, Mitos atau Fakta
“Warisan” dan Dipicu Faktor Lainnya
Mereka yang mengidap masalah psikis ini terus-menerus menaruh rasa curiga, dan tidak percaya berlebihan pada orang lain. Kondisi dan perilaku seperti ini yang membuat pengidapnya sering kali mudah marah. Selain itu, pengidap gangguan kepribadian paranoid juga tak bersahabat dengan orang lain. Di samping itu, pengidap paranoia juga enggan bercerita pada orang lain, menyimpan dendam, dan meyakini bahwa semua orang atau peristiwa selalu “mengancam” dirinya.
Nah, kondisi atau pola pikir seperti ini yang membuat mereka sulit menjalani kegiatan sosial, kerja, dan sekolah dengan normal. Lalu, kapan umumnya masalah mental ini muncul dalam diri seseorang?
Pada kebanyakan kasus, gangguan kepribadian paranoid ini dimulai pada masa kanak-anak atau remaja. Menurut studi, paranoia ini memengaruhi antara 2,3 persen dan 4,4 persen dari populasi, dan tampaknya lebih umum dialami pria ketimbang wanita.
Lantas, apa sih penyebab gangguan kepribadian paranoid? Benarkah masalah mental ini berkaitan dengan genetik?
Sayangnya, penyebab kepribadian paranoid belum diketahui pasti. Meski begitu, menurut ahli di National Institutes of Health paranoia lebih umum terjadi pada mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan psikotik. Misalnya skizofrenia atau gangguan delusional. Dengan kata lain, faktor genetik juga memicu terjadinya paranoia pada diri seseorang.
Baca juga: Orangtua Ketahui Gangguan Paranoid yang Dialami Anak
Selain bersifat ‘warisan’, ada pula faktor lainnya yang bisa meningkatkan risiko terjadinya gangguan gangguan kepribadian paranoid, yaitu:
- Gangguan pada otak, misalnya karena epilepsi, stroke, atau penyakit Parkinson.
- Stres berat atau tekanan batin.
- Penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat-zat Adiktif) atau konsumsi alkohol dalam jangka panjang.
- Insomnia berat.
- Trauma psikologis, contohnya pernah menjadi korban kekerasan fisik atau pelecehan seksual.
Atasi Lewat Terapi dan Obat-obatan
Cara mengatasi gangguan kepribadian paranoid sebenarnya tentunya harus diawali dengan beberapa pemeriksaan. Cara untuk mendiagnosis gangguan mental ini tak cukup hanya dengan melihat gejala-gejalanya saja.
Seseorang yang menunjukkan gejala gangguan kepribadian paranoid, juga perlu dievaluasi oleh seorang psikolog atau psikiater melalui wawancara atau tes psikologi. Nah, bila seseorang sudah dipastikan mengidap gangguan ini, barulah psikiater atau psikolog memilih metode pengobatannya.
Setidaknya ada dua metode untuk mengatasi gangguan kepribadian ini, yaitu melalui psikoterapi dan obat-obatan. Psikoterapi dinilai mampu membantu pengidapnya untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Di samping itu, terapi ini juga bertujuan untuk mengurangi perasaan paranoid pada pengidapnya.
Baca juga: Benarkah Pria Lebih Rentan Terkena Gangguan Paranoid?
Lalu, bagaimana dengan pemberian obat-obatan? Pemberian obat-obatan biasanya dilakukan bila gangguan paranoid disertai dengan gejala lain seperti depresi, kecemasan berlebih, atau gangguan perilaku, seperti menyakiti diri sendiri atau ketergantungan narkoba.
Mau tahu lebih jauh mengenai cara mengatasi gangguan kepribadian paranoid? Kamu bisa kok bertanya langsung pada psikiater atau psikolog melalui aplikasi Halodoc. Tidak perlu keluar rumah, kamu bisa menghubungi dokter ahli kapan saja dan di mana saja. Praktis, kan?