Batuk Rejan Bisa tingkatkan Risiko Epilepsi pada Anak

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   14 Januari 2019
Batuk Rejan Bisa tingkatkan Risiko Epilepsi pada AnakBatuk Rejan Bisa tingkatkan Risiko Epilepsi pada Anak

Halodoc, Jakarta - Gangguan batuk biasa terjadi pada anak-anak, apalagi saat daya tahan tubuh anak masih rendah. Selama batuk yang dialami Si Kecil masih batuk biasa, ibu tidak perlu khawatir. Cukup berikan dia obat batuk yang dijual di apotek. Meski begitu, ibu tetap perlu waspada jika Si Kecil mengalami batuk yang berlangsung lama dan diiringi dengan napas terengah-engah, serta napas yang berbunyi. Kondisi ini merupakan gejala batuk rejan yang dapat berisiko meningkatkan epilepsi pada anak.

Anak-anak di Denmark yang didiagnosis mengidap pertusis atau batuk rejan pada usia dini memiliki peningkatan risiko epilepsi ketika kanak-kanak. Anak yang dirawat di rumah sakit karena pertusis akan memiliki risiko epilepsi yang sangat rendah.

Baca juga: 3 Penyebab Batuk Rejan

Batuk rejan atau pertusis merupakan infeksi saluran napas akut yang sering terjadi pada anak-anak. Kondisi ini dapat memengaruhi sekitar 16 juta orang per tahun. Dampak dari batuk ini sangat buruk, yaitu dapat menyebabkan anak kesulitan makan, minum, dan bernapas.

Batuk rejan juga merupakan salah satu gangguan pernapasan yang disebabkan oleh bakteri bordetella pertussis. Penyakit ini termasuk kategori menular dan sering dialami oleh anak-anak berusia kurang dari setahun dan anak-anak yang berusia 1-6 tahun.

Proses infeksi batuk rejan dapat dibagi menjadi tiga fase. Pertama adalah fase kataral yang ditandai dengan hidung tersumbat, batuk, bersin-bersin, dan demam ringan. Fase ini perlu diwaspadai karena merupakan fase paling menular dan dapat berlangsung hingga beberapa minggu setelah batuk muncul.

Baca juga: 5 Hal yang Harus Dihindari Saat Batuk Rejan Kambuh

Selanjutnya adalah fase paroksismal yang memiliki gejala khas batuk dan terjadi secara terus-menerus selama beberapa menit. Batuk ini juga diiringi napas yang berbunyi saat Si Kecil menarik napas. Biasanya, batuk ini paling sering terjadi pada malam hari. Fase terakhir adalah fase konvalesens. Pada fase ini batuk yang dialami Si Kecil mulai mereda.

Berisiko bagi Anak

Batuk rejan dapat memicu epilepsi pada anak. Bahkan bukan hanya epilepsi, batuk rejan juga dapat memicu pneumonia, kejang, kerusakan otak, bahkan kematian. Pengidap yang terdiagnosis pertusis, ditemukan bahwa individu dengan diagnosis pertusis saat bayi berisiko mengalami epilepsi saat masa kanak-kanak.

Banyak ahli yang juga menduga hal ini disebabkan karena batuk-batuk kecil dapat merusak otak, sehingga meningkatkan risiko epilepsi. Selain itu, batuk juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam pembuluh darah di otak dan perdarahan yang menyebabkan kerusakan saraf.

Baca juga: Begini Cara Bedakan Batuk Rejan dan Batuk Biasa

Jika mengingat pertusis dapat memicu komplikasi yang serius, sebaiknya orangtua lebih waspada akan gejala pertusis. Selain dengan memenuhi kebutuhan nutrisi dan kebutuhan cairan anak, pertusis juga dapat dicegah dengan memberi vaksin Dtap dan Tdap.

Sementara itu untuk penanganannya, hal yang harus ibu perhatikan adalah terapi yang diberikan lebih bersifat suportif. Perhatikan juga asupan nutrisi dan kebutuhan cairan Si Kecil. Selanjutnya, cegah supaya Si Kecil tidak mengalami gagal napas dan kekurangan oksigen. Terakhir, anak yang berusia kurang dari 1 bulan dan mengalami batuk rejan akan dirawat di ruang isolasi, serta diberikan antibiotik erythromycin dan azithromycin.

Untuk itu, jika ibu melihat adanya gejala batuk rejan pada anak, segeralah diskusikan dengan dokter di aplikasi Halodoc untuk segera mendapatkan penanganan yang tepat. Diskusi dengan dokter di Halodoc dapat dilakukan via Chat atau Voice/Video Call kapan dan di mana saja. Saran dokter dapat kamu terima dengan praktis dengan download aplikasi Halodoc di Google Play atau App Store sekarang juga!