Awas, Toxic Productivity yang Rentan Terjadi pada Pekerja

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   27 Oktober 2021
Awas, Toxic Productivity yang Rentan Terjadi pada PekerjaAwas, Toxic Productivity yang Rentan Terjadi pada Pekerja

Toxic productivity adalah keinginan tidak normal untuk menjadi produktif setiap saat. Namun, produktivitas yang berlebihan justru bisa menyebabkan burnout dan mengganggu kesehatan mental yang malah membuat kamu menjadi kurang produktif. Dengan mengenali tanda-tandanya dan berusaha untuk meluangkan waktu untuk beristirahat, toxic productivity bisa diatasi.”

Halodoc, Jakarta – Menjadi produktif dalam pekerjaan adalah hal yang baik. Kamu bisa menggunakan waktu dengan maksimal untuk menyelesaikan banyak pekerjaan.

Namun, segala sesuatu yang berlebihan justru bisa berakibat buruk, termasuk dalam hal menjadi produktif. Berusaha untuk terus-menerus menjadi produktif dengan melakukan banyak hal sekaligus dalam satu hari lama-lama bisa membuat kamu mengalami burnout atau stres berat. Akibatnya, kamu berisiko mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi.

Sayangnya, banyak pekerja rentan mengalami produktivitas yang berlebihan atau toxic productivity, terutama selama masa pandemi. Hal itu karena menjadi produktif bisa membuat mereka merasa berguna. Oleh karena itu, bagi para pekerja, hati-hati dengan hal tersebut. Simak ulasannya di sini.

Baca juga: Cara Atasi Burnout Akibat Terlalu Lelah Bekerja

Memahami Toxic Productivity

Toxic productivity sebenarnya adalah istilah lain untuk workaholicatau kecanduan kerja. Istilah tersebut untuk menggambarkan keinginan tidak sehat yang dimiliki seseorang untuk menjadi produktif setiap saat dengan segala cara. Orang yang mengalaminya merasa butuh untuk bekerja lebih keras, baik di tempat kerja maupun di rumah, bahkan ketika mereka sebenarnya tidak perlu melakukan hal itu.

Keinginan untuk menjadi produktif tidak berhenti begitu pekerjaan selesai. Setelah pengidap toxic productivity selesai melakukan suatu pekerjaan atau proyek, mereka mungkin akan merasa bersalah karena tidak mengerjakannya dengan lebih baik atau lebih banyak. Bagi pengidap, tidak pernah ada kata cukup.

Simone Milasas, pelatih bisnis dan penulis Joy of Business mengungkapkan bahwa toxic productivity akan membuat seseorang merasa gagal ketika ia tidak bisa terus-menerus menjadi produktif. Pengidap lebih berfokus pada apa yang belum ia lakukan ketimbang melihat apa saja yang sudah ia kerjakan atau capai.

Kathryn Esquer, seorang psikolog dan pendiri Jaringan Teleterapis mengungkapkan bahwa banyak pekerja yang sudah jatuh ke dalam pola toxic productivity selama masa pandemi. Hal itu karena pembatasan aktivitas dan ruang gerak membuat mereka memiliki waktu luang yang banyak yang belum pernah dimiliki sebelumnya. Namun, alih-alih bermalas-malasan, mereka yang beruntung yang masih memiliki pekerjaan malah bekerja lebih keras agar merasa layak, berguna, dan memiliki kendali.

Menurut Esquer, toxic productivity justru bisa menyebabkan kamu mengalami burnout yang malah membuat kamu menjadi kurang produktif. Selain itu, Milasas juga menambahkan bahwa produktivitas berlebih juga akan memengaruhi hubungan kamu dengan orang lain. Kamu mungkin menjadi pemarah dan frustrasi dengan orang-orang di dekat kamu. Oleh karena itu, toxic productivity sebaiknya jangan dibiarkan saja. Segera lakukan cara-cara untuk menyeimbangkan kembali kehidupan pekerjaan kamu dengan waktu beristirahat yang cukup.

Baca juga: Hustle Culture Bisa Turunkan Produktivitas Otak

Tips Mengatasinya

Berikut ini tips mengatasi toxic productivity yang bisa kamu coba:

  • Kenali Tanda-Tandanya dan Sadari Masalahnya

Langkah pertama untuk mengatasi toxic productivity adalah dengan menyadari bahwa kamu memiliki masalah yang perlu diperbaiki. Kenalilah tanda-tandanya, seperti apakah kamu sering merasa harus melakukan lebih banyak hal, dan merasa bersalah bila tidak melakukan sesuatu atau membuang-buang waktu. Bila kamu terus-menerus berusaha mengerjakan apa saja atau merasa bersalah, itu adalah toxic productivity. Tanda lainnya adalah merasa sangat kelelahan, bahkan ketika bangun di pagi hari.

  • Berilah Jeda untuk Beristirahat 

Salah satu ciri toxic productivity adalah terus-menerus bertanya kepada diri sendiri, “Apa yang bisa saya kerjakan sekarang?”, bahkan pada saat akhir pekan. 

Menurut Milasas, pertanyaan tersebut harus diubah. Alih-alih mencari hal selanjutnya untuk dikerjakan, berilah diri sendiri waktu untuk beristirahat setelah selesai mengerjakan suatu proyek. Atau kamu bisa mencari hal lain yang lebih ringan untuk dikerjakan yang tidak menimbulkan stres.

  • Masukkan Perawatan Diri ke Daftar Tugas yang Harus Dikerjakan

Usahakanlah untuk merawat diri kamu sendiri, dengan cara apa pun kamu ingin melakukannya. Kamu mungkin bisa lari pagi atau istirahat minum teh di sore hari, atau menonton TV sambil ngemil keripik. Bagaimanapun cara kamu bersantai, jadikan hal itu sebagai prioritas yang harus dikerjakan sama seperti kamu mengerjakan proyek penting.

  • Ganti Toxic Productivity dengan Pemisahan Profesional

Bila kamu mengalami toxic productivity, kamu perlu belajar keterampilan “professional detachment”, istilah yang diungkapkan oleh Ruettimann dalam bukunya. Pemisahan profesional artinya kamu tetap berkomitmen pada pekerjaan kamu dan melakukannya dengan sebaik mungkin sambil memahami bahwa pekerjaan kamu bukan lah satu-satunya identitas kamu. Dengan begitu, kamu bisa bekerja keras, tetapi tidak terikat pada pekerjaan tersebut.

Baca juga: Lebih Berfaedah, 5 Kebiasaan Hidup Produktif

Itulah penjelasan mengenai toxic productivity yang rentan dialami para pekerja. Bila kamu sakit akibat bekerja terlalu keras, segera berobat ke dokter dengan buat janji di rumah sakit pilihan kamu melalui aplikasi Halodoc. Yuk, download aplikasinya sekarang juga untuk mendapatkan solusi kesehatan terlengkap dengan mudah.

This image has an empty alt attribute; its file name is HD-RANS-Banner-Web-Artikel_Spouse.jpg
Referensi:
Huffpost. Diakses pada 2021. What Is Toxic Productivity? Here’s How To Spot The Damaging Behavior.