Andropause: Sindrom Akibat Pertambahan Usia pada Laki-Laki
“Andropause rentan dialami pria berusia 50 tahun ke atas. Kondisi ini bisa memengaruhi fungsi seksualitas, suasana hati hingga kondisi fisik.”
Halodoc, Jakarta – Layaknya menopause pada wanita, pria juga mengalami andropause yang memicu perubahan hormon seiring bertambahnya usia. Pria yang memasuki masa andropause umumnya mengalami hipogonadisme yaitu menurunnya produksi hormon oleh kelenjar seksual.
Tanda-tanda ini biasanya mulai dirasakan ketika memasuki usia 50 tahun ke atas. Bedanya dengan wanita, tidak semua pria mengalami andropause. Meski begitu, gejala-gejalanya bisa dikendalikan bahkan tanpa perlu melalui pengobatan.
Berbagai Penyebab Andropause
Faktor gaya hidup atau masalah psikologis ditengarai menjadi penyebab utama andropause pada pria. Stres, depresi dan kecemasan, semuanya dapat memicu disfungsi ereksi, hilangnya libido, dan perubahan suasana hati.
Masalah pembuluh darah yang mungkin terjadi bersamaan dengan masalah psikologis juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi. Masalah psikologis ini bisa dipicu oleh pekerjaan, hubungan, perceraian, masalah finansial dan lain sebagainya. Faktor pemicu lainnya, yaitu:
- Kurang tidur
- Pola makan yang buruk
- Kurang olahraga
- Kebiasaan minum alkohol
- Merokok
- Tingkat percaya diri yang rendah
Kenali Tanda-Tanda Andropause pada Pria
Andropause dapat memengaruhi kondisi fisik, seksual, dan psikologis. Kondisi tersebut bisa semakin memburuk seiring bertambahnya usia. Tanda-tanda yang bisa diamati, yaitu
- Sering kelelahan;
- Rentan depresi
- Penurunan motivasi dan kepercayaan diri
- Kesulitan berkonsentrasi
- Insomnia atau kesulitan tidur
- Peningkatan lemak tubuh
- Penurunan massa otot dan kelemahan fisik
- Ginekomastia atau perkembangan payudara
- Kepadatan tulang menurun
- Disfungsi ereksi atau tidak mampu mempertahankan ereksi
- Libido atau gairah seks berkurang
- Kemandulan.
Selain gejala-gejala di atas, beberapa orang juga mengalami payudara payudara bengkak atau nyeri, ukuran testis mengecil, rambut rontok, atau sensasi panas pada tubuh (hot flashes).
Rendahnya kadar testosteron akibat andropause juga meningkatkan risiko osteoporosis. Kondisi menyebabkan tulang menjadi lemah dan rapuh. Osteoporosis juga rentan menimpa wanita yang memasuki masa menopause.
Bagaimana Cara Menanganinya?
Melansir dari Healthline, salah satu kendala terbesar dalam mengobati andropause adalah pria seringkali enggan dan malu untuk membicarakan kondisi seksualitasnya. Padahal, hal tersebut perlu dilakukan sebelum gejalanya semakin memburuk.
Sebelum memperoleh penanganan yang tepat, dokter perlu mengambil sampel darah untuk menguji kadar testosteron. Dokter hanya akan merekomendasikan pengobatan jika hasil tes menunjukan penurunan testosteron dan gejalanya memengaruhi kualitas hidup.
Pada pasien yang mengalami tanda-tanda depresi, dokter umumnya meresepkan antidepresan, terapi, dan perubahan gaya hidup. Terapi penggantian hormon, seperti steroid dan testosteron sintesis juga bisa menjadi solusi terakhir. Pada pria, perawatan ini masih kontroversial.
Pasalnya, perawatan ini memiliki efek samping yang merusak. Jika dokter menyarankan terapi penggantian hormon, pertimbangkan semua hal positif dan negatifnya sebelum membuat keputusan.
Apabila tidak ada masalah yang signifikan, perubahan gaya hidup adalah kunci utama dalam menangani gejala andropause. Gaya hidup yang dianjurkan, meliputi pola makan sehat, berolahraga secara teratur, mencukupi kebutuhan tidur dan mengelola stres dengan baik.
Selain kesehatan fisik, kesehatan mental juga tak kalah penting untuk diperhatikan. Bila kamu mengalami masalah yang berhubungan dengan mental, jangan ragu untuk menemui psikolog. Segera buat janji medis dengan psikolog di aplikasi Halodoc. Jangan tunda sebelum kondisinya semakin memburuk, download Halodoc sekarang juga!