Anak Jadi Pelaku Bully, Ini 5 Tips Mendampinginya
Halodoc, Jakarta - “Tidak, anak saya tidak mungkin begitu!”, kebanyakan dari orangtua pasti akan melontarkan kalimat defensif seperti itu, ketika guru di sekolah memberi tahu bahwa sang anak jadi pelaku bully. Hal ini dapat terjadi karena banyak hal, entah si anak yang selalu bersikap manis ketika di rumah, atau mungkin orangtua yang tidak paham sepenuhnya karakter anak?
Setiap orangtua tentu menginginkan anak tumbuh menjadi pribadi yang baik, dan hanya akan mengakui kebaikan-kebaikan anak saja kepada orang lain, bukan? Lalu, bagaimana jika kenyataannya anak menjadi pelaku bully ketika terlepas dari pengawasan orangtua? Bentuk pendampingan seperti apa yang tepat untuk anak yang menjadi pelaku bully?
Baca juga: Ini Alasan Anak Jadi Pelaku Bullying
Dari Memahami Karakter hingga Meminta Bantuan Sekolah
Hal pertama yang perlu dilakukan ketika mendapat informasi bahwa anak menjadi pelaku bully adalah tetap tenang. Tarik napas dalam-dalam, jangan langsung memarahi anak, dan pikirkan langkah-langkah yang tepat. Sebab, seburuk apapun, mereka tetaplah anak-anak yang membutuhkan pendampingan dan didikan dari orangtua.
Orangtua pun perlu memahami bahwa mungkin saja alasan utama anak-anak menjadi pelaku bully adalah karena mereka belum bisa membedakan dengan pasti mana yang baik dan buruk. Jadi, alih-alih langsung melabeli anak dengan sebutan “anak nakal”, cobalah untuk memahami perilaku bully ini sebagai salah satu tahap tumbuh kembang Si Kecil, yang memerlukan dampingan dan arahan dari orangtua.
Maka, berikut beberapa tips pendampingan yang dapat dicoba orangtua, untuk mengahadapi anak yang menjadi pelaku bully:
1. Bicara dari Hati ke Hati pada Anak
Dengan tetap tenang, cobalah bicara dari hati ke hati dengan anak. Bahaslah hal-hal tentang intimidasi, tetapi jangan dengan nada menyalahkan. Jangan pula langsung mengambil kesimpulan dan mengatakan pada anak bahwa ia salah. Di tahap ini, kamu hanya perlu mencari tahu terlebih dahulu, mengapa anak jadi pelaku bully.
Tanyakan dengan hati-hati, apa yang membuatnya merundung temannya? Apakah karena kecemburuan, tidak percaya diri, merasa superior, atau ada motif balas dendam. Tanya dan cari tahulah bagaimana cara anak bergaul dengan teman-temannya selama ini. Sebab, jangan-jangan ia menjadi pelaku bully karena tidak tahu bahwa yang ia lakukan selama ini termasuk tindakan intimidasi, karena memiliki masalah seputar konsep benar dan salah.
Jika Si Kecil tampak membenarkan tindakan intimidasi, cobalah tekankan konsep kedamaian, kesetaraan manusia, dan pentingnya saling mendukung antar sesama. Namun jika anak merundung temannya hanya karena jengkel, orangtua bisa mulai menekankan bahwa yang dilakukannya adalah hal yang salah.
Baca juga: 5 Tips bagi Orangtua saat Anak jadi Korban Bullying
2. Berandai-andai
Kadang, menjelaskan konsep benar dan salah pada anak-anak merupakan hal yang tidak mudah. Apalagi pada anak-anak usia sekolah, yang biasanya sudah memiliki logikanya sendiri. Menjelaskan sesuatu tanpa memberi alasan yang logis atau contoh hanya akan membuat anak bertanya-tanya dan bahkan tidak menerima apa yang dikatakan orangtua.
Jadi, cobalah untuk mengajak Si Kecil berandai-andai. Sekarang ini mungkin ia lebih kuat dan orang yang di-bully lebih lemah. Namun bagaimana jika suatu hari ia tidak sekuat sekarang dan malah menjadi korban bully? Apakah ia akan rela jika ada teman yang lebih kuat mem-bully dirinya?
Dari logika ini, Si Kecil akan menyadari kesalahannya sebagai pelaku bully, dengan menganggap bahwa suatu hari ia bisa berganti posisi jadi korban bully ketika bertemu orang yang lebih kuat. Ketika ia sudah menyadarinya, tanamkan juga konsep bahwa orang yang kuat harus melindungi yang lebih lemah, bukan justru menyakitinya.
3. Beri Anak Kesibukan yang Bermanfaat
Beberapa anak mungkin menjadi pelaku bully karena iri atau cemburu pada anak lain yang memiliki sesuatu yang ia tidak miliki, misalnya kepintaran. Jika memang alasan anak menjadi pelaku bully adalah hal ini, cobalah beri ia kesibukan yang bermanfaat, seperti mendaftarkannya pada kursus pelajaran, musik, atau olaharaga yang disukainya.
Hal ini juga dapat sekaligus membantu anak mengenali potensinya. Ketika anak sibuk dengan hal-hal lain yang bermanfaat, fokusnya akan teralihkan pada hal-hal itu, ketimbang pada anak lain yang lebih unggul darinya. Jika butuh saran dari psikolog anak terkait pemilihan kegiatan positif untuk anak sesuai usianya, atau saran pengasuhan lainnya, kamu bisa bertanya pada psikolog di aplikasi Halodoc.
Baca juga: Anak Gagap Jadi Korban Bully, Ini yang Harus Dilakukan
4. Beri Contoh di Keluarga
Anak sebenarnya memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku orangtua atau saudaranya. Jadi, penting untuk menanamkan nilai di keluarga, bahwa tidak ada toleransi untuk tindakan intimidasi, dan hal ini berlaku untuk semua anggota keluarga. Jika Si Kecil memiliki kakak, penting juga untuk mengajak sang kakak untuk menjadi contoh yang baik bagi adiknya dan tidak pernah mengintimidasi atau menindas sang adik.
5. Minta Bantuan Pihak Sekolah
Hal terakhir yang bisa dilakukan adalah minta bantuan dari pihak sekolah, terutama guru wali kelas anak. Beri tahu bahwa saat ini sebagai orangtua, kamu menyadari perilaku kurang baik dari sang anak dan sedang berusaha untuk memperbaikinya, sehingga membutuhkan bantuan dari pihak sekolah untuk turut memperhatikan perubahan perilaku Si Kecil di sekolah.