Alergi Obat vs Alergi Makanan, Lebih Bahaya Mana?
Halodoc, Jakarta – Sama halnya dengan alergi lain, alergi obat dan alergi makanan muncul sebagai reaksi imun terhadap zat tertentu. Alergi makanan terjadi saat sistem imun merespons protein yang berasal dari makanan. Sedangkan, alergi obat terjadi saat sistem imun merespons obat yang dikonsumsi. Lantas di antara keduanya, mana yang lebih berbahaya? Ketahui faktanya di sini.
Alergi Berbeda dengan Efek Samping Konsumsi Obat
Alergi obat muncul saat sistem imun menganggap obat yang dikonsumsi sebagai substansi berbahaya. Kondisi ini berbeda dengan efek samping obat yang banyak tercantum pada kemasan, maupun keracunan akibat overdosis. Gejala alergi obat muncul secara bertahap, alias tidak langsung muncul saat pertama kali mengonsumsinya. Gejala tersebut berupa ruam merah, bentol, gatal - gatal, hidung berair, batuk, demam, sesak napas, mata berair, dan pembengkakan. Pada kasus yang parah, alergi obat juga memicu syok anafilaktik yang menyebabkan sulit bernapas, kegagalan fungsi sistem tubuh, hingga kematian.
Baca Juga: 7 Tanda Seseorang Kena Alergi Obat
Risiko alergi obat meningkat akibat faktor genetik, memiliki riwayat alergi lain (seperti alergi makanan), mengidap penyakit tertentu (seperti HIV/AIDS), serta penggunaan obat berulang, berkepanjangan, dan dengan dosis tinggi. Diagnosis alergi obat dilakukan dengan tes kulit dan tes darah. Setelah diagnosis ditetapkan, alergi obat diatasi dengan pemberian obat antihistamin, obat golongan kortikosteroid, dan suntikan adrenalin (epinefrin).
Alergi Makanan Tidak Boleh Dianggap Sepele
Berbeda dengan alergi obat, alergi makanan terjadi akibat sistem kekebalan tubuh keliru merespons protein yang berasal dari makanan dan menganggapnya sebagai substansi berbahaya. Alergi makanan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu immunoglobulin E, non-immunoglobulin E, atau gabungan keduanya. Ketiga jenis alergi makanan menimbulkan gejala yang berbeda. Alergi makanan yang dipicu immunoglobulin E. Jenis alergi yang paling banyak terjadi dan gejalanya muncul tidak lama setelah makan. Sedangkan pada alergi makanan yang disebabkan zat selain immunoglobulin E, gejala muncul lebih lama, biasanya beberapa jam setelah makan.
Baca Juga: Benarkah Alergi Makanan Bisa Mengintai Seumur Hidup?
Beberapa makanan yang memicu alergi antara lain kacang - kacangan, susu, telur, gandum, dan kedelai. Gejala alergi makanan berupa ruam merah dan gatal di kulit, kesemutan atau gatal dalam rongga mulut, sulit menelan, sulit bernapas, mual, muntah, mata terasa gatal, bersin terus - menerus, serta pembengkakan pada mulut, wajah, serta bagian tubuh lain. Sama seperti jenis alergi lain, termasuk alergi obat, alergi makanan juga dapat menyebabkan syok anafilaktik yang mengancam nyawa.
Diagnosis alergi makanan dilakukan dengan menanyakan gejala dan riwayat kesehatan pengidap, pemeriksaan darah, tes tusuk kulit dan tes eliminasi makanan. Setelah diagnosis ditetapkan, alergi makanan diatasi dengan konsumsi obat antihistamin dan suntikan adrenalin (jika terjadi syok anafilaktik).
Jadi, Lebih Bahaya Alergi Obat atau Alergi Makanan?
Jawabannya, tidak ada yang lebih berbahaya. Keduanya sama – sama menyebabkan gejala alergi yang jika tidak segera ditangani, dapat menyebabkan syok anafilaktik. Maka itu, kamu perlu segera bicara ke dokter Halodoc jika mengalami gejala alergi setelah minum obat atau mengonsumsi makanan tertentu. Kamu dapat menggunakan aplikasi Halodoc untuk berbicara pada dokter kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call. Yuk, segera download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play!