Alasan Gangguan Menelan Berisiko Picu Pneumonia
Halodoc, Jakarta – Gangguan menelan, seperti disfagia, yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi serius. Mulai dari malnutrisi, dehidrasi, hingga gangguan pernapasan bagian atas dan pneumonia. Gangguan pernapasan seperti pneumonia ini terjadi karena makanan atau minuman yang masuk ke dalam saluran pernapasan ketika menelan.
Lebih lanjut, pneumonia merupakan kondisi ketika kantung-kantung udara dalam paru-paru mengalami infeksi, baik pada satu sisi ataupun keduanya. Infeksi yang membuat kantung udara tersebut terisi oleh cairan dan dahak purulen, dapat disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun jamur.
Baca juga: Yang Terjadi Saat Seseorang Terkena Pneumonia
Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja, baik orang dewasa, anak-anak, hingga bayi baru lahir. Meski bisa terjadi pada siapa saja, ada beberapa kelompok orang yang lebih rentan terkena pneumonia, yaitu:
-
Anak-anak usia 2 tahun dan di bawah 2 tahun.
-
Orang dewasa di atas usia 65 tahun.
-
Dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama.
-
Dirawat di ruang ICU dan menggunakan ventilator (alat bantu napas).
-
Memiliki penyakit paru kronik atau penyakit jantung.
-
Merokok.
-
Orang yang memiliki imunitas tubuh rendah (seperti pengidap HIV) atau orang yang mengkonsumsi obat yang mensupresi sistem imun, dan sedang berada di rangkaian pengobatan kemoterapi.
Seperti Apa Gejala yang Ditimbulkan Pneumonia?
Pada tahap yang ringan, gejala pneumonia dapat menyerupai gejala flu, seperti demam dan batuk. Bedanya, gejala tersebut dapat berlangsung lebih lama, dibandingkan flu biasa. Jika dibiarkan dan tidak ditangani, gejala yang berat akan muncul, seperti:
-
Nyeri dada pada saat bernapas atau batuk.
-
Batuk berdahak.
-
Mudah lelah.
-
Demam dan menggigil.
-
Mual dan muntah.
-
Sesak napas.
-
Gangguan pada kesadaran (terutama pada pengidap yang berusia lebih dari 65 tahun).
Sementara itu, pada anak-anak dan bayi, gejala pneumonia yang muncul biasanya berupa demam tinggi, lemas, tidak mau makan, batuk-batuk, dan sesak napas. Jika Si Kecil mengalami gejala tersebut, segera konsultasikan pada dokter anak di aplikasi Halodoc lewat chat, atau buat janji dengan dokter anak di rumah sakit, untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.
Baca juga: 7 Tanda Bayi Kena Pneumonia
Diagnosis dan Pengobatan untuk Pneumonia
Untuk memastikan diagnosis, dokter biasanya akan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, untuk mencari tanda dan gejala. Jenis pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah foto rontgen dada. Kemudian, akan dilakukan pemeriksaan suara napas untuk menemukan adanya kelainan.
Pada hasil rontgen dada, dokter dapat melihat lokasi infeksi. Selain berbagai pemeriksaan tersebut, dokter juga akan melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui jenis organisme apa yang menjadi penyebab terjadinya infeksi. Jika penyebab dan lokasi infeksi telah diketahui, pengobatan akan dilakukan untuk mengatasinya dan memberikan terapi suportif.
Jika infeksi disebabkan oleh bakteri, dokter akan meresepkan antibiotik yang harus dikonsumsi hingga habis. Sementara itu, terapi suportif yang dapat diberikan adalah:
- Obat penurun demam jika pengidap mengalami demam tinggi dan membuat aktivitas terganggu.
- Obat batuk untuk mengurangi frekuensi batuk maupun mencairkan dahak yang tidak bisa keluar.
Baca juga: Penyebab dan Cara Mengobati Pneumonia
Rawat inap juga akan dianjurkan dokter, pada beberapa kondisi berikut:
-
Berusia lebih dari 65 tahun.
-
Mengalami gangguan kesadaran.
-
Memiliki fungsi ginjal yang tidak baik.
-
Tekanan darah sangat rendah (<90/<60 mmHg).
-
Napas sangat cepat (pada devassa >30 x/menit).
-
Suhu tubuh di bawah normal.
-
Denyut nadi <50x/menit atau>100x/menit.
Bisakah Pneumonia Dicegah?
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pneumonia, yaitu:
-
Vaksinasi.
-
Memiliki kebersihan diri yang baik.
-
Tidak merokok.
-
Menjaga imunitas tubuh tetap baik dengan konsumsi makanan yang sehat dan rajin berolahraga.