Air Ketuban Berlebih saat Hamil, Berbahayakah?
“Air ketuban menjadi salah satu elemen penting yang membantu menjaga kesehatan sekaligus melindungi janin. Akan tetapi, air ketuban berlebih juga bisa memicu bahaya. Kondisi ini disebut dengan polihidramnion.”

Halodoc, Jakarta – Ketika hamil, akan muncul kantung yang berisi cairan ketuban dalam rahim ibu. Cairan tidak berwarna ini memiliki peran yang sangat penting, yaitu memastikan organ vital janin berkembang dengan baik sesuai dengan pertumbuhan dan usia kehamilan ibu. Tak hanya itu, air ketuban juga berfungsi untuk melindungi janin dari bahaya benturan maupun infeksi.
Bayi pun bisa merasa nyaman karena cairan ketuban membuatnya tetap hangat. Air ketuban mulai melindungi janin ketika berusia 12 hari setelah pembuahan dilakukan. Cairan ini juga dapat bertambah volumenya sejalan dengan usia kandungan yang mencapai 28–32 minggu. Setelah itu, air ketuban tidak bertambah lagi pada minggu ke-37 sampai 40.
Bahaya Air Ketuban Berlebih pada Ibu Hamil
Cairan ketuban harus dalam takaran yang pas, tidak boleh terlalu banyak atau sedikit. Sebab, cairan ketuban berlebih atau terlalu sedikit dapat berdampak pada kesehatan janin di dalam rahim. Air ketuban yang terlalu sedikit disebut dengan oligohidramnion, sementara air ketuban berlebih disebut dengan polihidramnion.
Lalu, apa bahaya dari air ketuban berlebihan atau polihidramnion?
Ibu tidak merasakan gejala dari polihidramnion untuk kondisi yang ringan. Namun, pada kasus yang terbilang parah, ibu dapat merasakan beberapa tanda yang mungkin membahayakan, seperti napas terasa berat meski sedang beristirahat, bengkak pada perut, kaki, atau pergelangan kaki. Selain itu, polihidramnion juga dapat menyebabkan sesuatu yang berbahaya, seperti sakit punggung, urine yang dihasilkan menurun, rahim membesar, dan sulit merasakan gerakan janin.
Maka dari itu, setiap ibu hamil wajib tahu beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat polihidramnion, seperti kelahiran prematur, timbulnya masalah pada tali pusar janin, tekanan darah tinggi, infeksi saluran kemih, ketuban pecah terlalu dini, hingga operasi caesar saat melahirkan.
Artinya, melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin menjadi hal yang penting. Dengan begitu, apapun masalah yang terjadi pada janin dapat terdeteksi lebih dini dan segera mendapatkan penanganan. Agar tidak terlewat, buat janji pemeriksaan di rumah sakit terdekat melalui aplikasi Halodoc. Ibu bisa download aplikasi Halodoc secara gratis di Play Store maupun App Store.
Berbagai Penyebab Polihidramnion pada Ibu Hamil
Sebenarnya, apa yang menyebabkan terjadinya air ketuban berlebih saat hamil? Sayangnya, masih belum diketahui secara pasti hal yang menjadi penyebab ibu hamil mengidap polihidramnion. Tak hanya itu, belum ditemukan pula cara agar ibu hamil tidak mengalami kondisi tersebut.
Meski demikian, diduga ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya air ketuban terlalu banyak, yaitu:
- Kelainan Genetik
Kelainan genetik disebut-sebut dapat menyebabkan terjadinya polihidramnion. Bayi dengan volume air ketuban yang banyak memiliki kecenderungan untuk mengalami kelainan genetik seperti sindrom Down.
- Mengidap Diabetes
Polihidramnion juga bisa terjadi karena ibu hamil mengidap diabetes sebelumnya, khususnya pada trimester ketiga kehamilan. Oleh sebab itu, apabila ibu memiliki riwayat diabetes dan sedang merencanakan atau sedang hamil, sebaiknya ibu menjaga pola makan dengan mengonsumsi makanan sehat.
- Anemia
Ibu hamil yang mengidap anemia juga memiliki risiko mengalami polihidramnion, terlebih apabila anemia sudah cukup parah. Gangguan ini disebabkan oleh inkompatibilitas atau ketidakcocokan rhesus sang ibu dan janin, juga bisa disebabkan oleh infeksi. Meski begitu, kasus seperti ini terbilang jarang terjadi.
Yuk, jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan dan rutin melakukan pemeriksaan kehamilan, ya, bu!