9 Mitos Soal Vaksin COVID-19 yang Tidak Boleh Dipercaya
“Seiring dengan ditekankannya percepatan vaksin COVID-19 bagi masyarakat Indonesia, banyak mitos yang tersebar. Namanya saja mitos, sudah pasti diragukan kebenarannya karena hanya mengandalkan “kata orang”. Lantas, apa saja mitos terkait vaksin COVID-19 yang tidak boleh dipercaya?”
Halodoc, Jakarta – Jika kamu tengah mencari informasi tentang vaksin COVID-19, jangan langsung menelan mentah-mentah informasi yang kamu terima dari media sosial. Cobalah untuk selalu memverifikasi ke sumber lain yang lebih kredibel atau tepercaya.
Bukan rahasia lagi, bahwa saat ini banyak sekali mitos-mitos yang beredar mengenai COVID-19. Termasuk menyoal program vaksinasi yang tengah dijalankan pemerintah. Nah, agar tak terjebak hoaks atau mitos mengenai vaksin COVID-19, berikut beberapa mitos yang tak perlu kamu percaya.
Baca juga: Vaksin COVID-19 Melalui Hidung, Mungkinkah?
1. Mitos: Tidak aman karena dikembangkan dalam waktu yang cepat
Faktanya, vaksin terbukti aman dan efektif digunakan. Meskipun dikembangkan dalam waktu singkat, vaksin telah memenuhi semua standar keamanan yang ditetapkan. Tidak satu pun langkah yang dilewati.
2. Mitos: Vaksin mengubah DNA seseorang
Faktanya, vaksin pertama yang diberikan otorisasi penggunaan darurat mengandung messenger RNA (mRNA), yaitu zat yang menginstruksikan sel untuk membuat “protein lonjakan” yang ditemukan pada virus corona baru. Ketika sistem kekebalan mengenali protein ini, ia membangun respons kekebalan dengan menciptakan antibodi untuk mengajari tubuh cara melindungi diri dari infeksi di masa mendatang. MRNA tidak pernah memasuki inti sel, yang merupakan tempat DNA (materi genetik) disimpan. Tubuh menyingkirkan mRNA sesaat setelah selesai menjalankan instruksi.
3. Mitos: Efek samping parah akan terjadi setelahnya
Faktanya, beberapa peserta uji klinis vaksin memang melaporkan efek samping termasuk nyeri otot, kedinginan, dan sakit kepala. Namun, efek samping parah seperti reaksi alergi terhadap bahan yang digunakan dalam vaksin jarang sekali terjadi. Oleh karena itu, seseorang dengan riwayat alergi parah tidak boleh mendapatkan vaksinasi.
4. Mitos: Memicu kemandulan pada wanita
Faktanya, para ahli mengatakan vaksinasi tidak memengaruhi kesuburan seseorang. Mitos yang beredar berawal dari informasi di media sosial menunjukkan bahwa vaksin melatih tubuh untuk menyerang syncytin-1, yaitu protein dalam plasenta yang dapat menyebabkan kemandulan wanita.
Baca juga: Mengenal Vaksin COVID-19 Semprot Hidung yang Sedang Diuji Coba
5. Mitos: Tidak perlu vaksin setelah didiagnosis COVID-19
Faktanya, meskipun sudah pernah terinfeksi COVID-19, vaksin memberikan manfaat lain. Hal tersebut tergantung pada kekebalan tubuh masing-masing orang.
6. Mitos: Tidak perlu menerapkan prokes setelah menerima vaksin
Faktanya, masker, cuci tangan, dan menjaga jarak harus tetap dilakukan di mana pun berada sampai terbentuk herd immunity. Herd immunity baru akan terbentuk jika jumlah vaksin sudah mencapai sekitar 70 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia. Hal tersebut sama dengan vaksinasi 181,5 juta atau 363 juta dosis.
7. Mitos: Terinfeksi COVID-19 setelah melakukan vaksinasi
Faktanya, kamu tidak terinfeksi virus COVID-19 dari vaksin, karena di dalam vaksin tidak mengandung virus hidup.
8. Mitos: Setelah vaksinasi, hasil tes menunjukkan positif COVID-19
Faktanya, diagnosis COVID-19 dilakukan dengan memeriksa sampel dari sistem pernapasan. Di dalam vaksin tidak ada virus hidup, sehingga vaksin tidak akan mempengaruhi hasil tes yang kamu lakukan.
9. Mitos: Jika tidak berisiko, tidak memerlukan vaksin
Faktanya, terlepas dari risiko yang ada, kamu masih dapat tertular infeksi dan menyebarkannya ke orang lain. Jadi penting bagi kita semua untuk melakukan vaksinasi. Vaksinasi bukan hanya dilakukan untuk melindungi diri sendiri, tetapi juga keluarga dan komunitas sosial.
Baca juga: 7 Cara Mengatasi Cabin Fever di Tengah Pandemi COVID-19
Itulah beberapa mitos vaksin COVID-19 yang tidak boleh dipercaya. Jangan sampai tertipu dengan sejumlah mitos tersebut, karena hanya menakut-nakuti masyarakat tanpa ada bukti ilmiah yang jelas. Jika ada yang ingin ditanyakan seputar mitos atau prosedur pelaksanaan vaksin COVID-19, kamu bisa diskusikan langsung dengan dokter di aplikasi Halodoc.
Referensi:
Live Strong. Diakses pada 2021. 7 Myths About the COVID Vaccine You Should Stop Believing.
Health Care. Diakses pada 2021. The COVID-19 Vaccine: Myths vs. Facts.
Johns Hopkins Medicine. Diakses pada 2021. COVID-19 Vaccines: Myth Versus Fact.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan