7 Mitos seputar Virus Corona yang Sebenarnya Salah
Halodoc, Jakarta - Kasus positif COVID-19 di Indonesia terus meningkat. Meski sudah banyak informasi tersaji, tetap saja masih ada beberapa mitos seputar virus corona yang sebenarnya salah dan perlu diluruskan. Jika tidak, tentunya akan menimbulkan kecemasan berlebih di kalangan masyarakat.
Jangan Percaya Mitos seputar Virus Corona Ini
Virus corona penyebab COVID-19 memang jenis baru yang masih terus dipelajari oleh para ahli kesehatan di seluruh dunia. Itulah sebabnya banyak hal yang terasa membingungkan bagi masyarakat awam, hingga muncul berbagai mitos.
Baca juga: Cegah Corona dengan Cuci Tangan, Perlukah Pakai Sabun Khusus?
Berikut beberapa mitos seputar virus corona, yang sebenarnya salah dan tidak perlu dipercaya:
1.Virus Corona Hanya Bentuk Mutasi dari Flu Biasa
Mitos ini sangat keliru. Sebab, virus corona adalah suatu keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit yang berbeda-beda. SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 memang memiliki karakteristik yang serupa dengan virus corona lain, di mana empat di antaranya menyebabkan kumpulan gejala flu (flu-like syndrome). Jadi, salah jika menyebut virus corona adalah bentuk mutasi dari virus penyebab flu biasa.
2.Virus Corona Bisa Menular Lewat Hewan Peliharaan
Mengutip laman Live Science, beberapa laporan menemukan bahwa hewan peliharaan seperti kucing dan anjing, terinfeksi virus corona yang ditularkan oleh pemiliknya. Namun, Center for Disease and Prevention Control (CDC) menegaskan bahwa belum ada laporan mengenai orang yang COVID-19 dari hewan peliharaan. Meski begitu, untuk berjaga-jaga, CDC menyarankan untuk selalu mencuci tangan setelah berkontak dengan hewan peliharaan.
3.Anak-Anak Tidak akan Tertular COVID-19
Mitos COVID-19 yang satu ini sangat jelas keliru. Sebab, studi CDC terhadap 1,3 juta kasus COVID-19 di Amerika Serikat selama Januari-Mei menemukan bahwa prevalensi kasus COVID-19 pada anak di bawah usia 9 tahun adalah 52 kasus per 100 ribu orang, dalam populasi anak. Studi CDC yang lain juga menemukan bahwa di antara 52 ribu kematian akibat COVID-19, hanya 16 di antaranya yang terjadi pada orang di bawah usia 18 tahun.
Baca juga: Ini yang Harus Diperhatikan saat Isolasi di Rumah Terkait Virus Corona
4.Penularan Virus Corona Dipengaruhi Cuaca
Sempat ada anggapan bahwa penularan virus corona dipengaruhi oleh cuaca. Banyak juga yang beranggapan bahwa paparan suhu tinggi, seperti berjemur di bawah sinar matahari dapat mencegah penularan virus corona.
Padahal, faktanya penularan virus corona tidak dipengaruhi oleh cuaca. Artinya, risiko penularan akan tetap ada, dalam cuaca panas ataupun dingin. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga memastikan bahwa berjemur tidak akan melindungi dari penularan COVID-19.
5.Jika Terkena COVID-19, Pasti akan Timbul Gejala
Mitos ini juga sebenarnya salah. COVID-19 memang dapat menyebabkan banyak gejala, seperti demam, batuk, sakit kepala, sakit tenggorokan, nyeri otot, kesulitan bernapas, mual, dan muntah. Pada kasus yang parah bahkan bisa berkembang menjadi penyakit mirip pneumonia yang serius.
Namun, pada awalnya, orang yang terinfeksi bisa saja tidak menunjukkan gejala sama sekali. Bahkan, pada beberapa kasus, bisa juga tidak menimbulkan gejala sama sekali. Dalam artian, pengidapnya bisa saja merasa sehat, lantas beraktivitas normal seperti biasa, padahal ia sudah terinfeksi dan bisa menularkan virus ke orang di sekitarnya.
6.Minum Cairan Disinfektan Bisa Melindungi dari Penularan COVID-19
Beberapa waktu lalu, sempat heboh soal anggapan yang beredar bahwa minum cairan disinfektan bisa melindungi dari COVID-19. Padahal, mitos ini sama sekali tidak benar. Cairan disinfektan, termasuk yang dibuat sendiri dengan cairan pemutih, tidak boleh disemprotkan ke tubuh, apalagi diminum.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan pemutih sangat beracun jika tertelan. Bahkan, jika terkena kulit pun bisa menyebabkan kerusakan. Jadi, gunakanlah cairan disinfektan sesuai dengan petunjuk penggunaannya, yaitu pada benda-benda mati yang ingin dibersihkan dari kuman.
Baca juga: Potensi Virus Corona di Transportasi Umum dan Pencegahannya
7.Memakai Masker Menyebabkan Keracunan Karbondioksida
Mengenakan masker medis untuk waktu yang lama mungkin terasa pengap dan tidak nyaman, tetapi tidak akan menyebabkan kekurangan oksigen atau keracunan karbondioksida (CO2), menurut WHO. Hal yang sama berlaku untuk masker jenis N95 dan masker kain berbahan katun.
Darrell Spurlock Jr., direktur Pusat Kepemimpinan untuk Penelitian Pendidikan Keperawatan di Universitas Widener di Pennsylvania, mengatakan bahwa menghirup kembali sejumlah kecil karbondioksida dari pemakaian respirator N95 yang dipasang dengan benar, masker kain, atau masker bedah, tidak akan menimbulkan masalah kesehatan.
Itulah beberapa mitos seputar virus corona yang sebenarnya keliru. Jangan terlalu mudah percaya dengan mitos apapun yang beredar tentang virus corona. Agar bisa mendapatkan jawaban dan informasi yang tepat, kamu bisa download aplikasi Halodoc untuk bertanya pada dokter yang pastinya berpengalaman dan dapat dipercaya.