5 Fakta Alergi Olahraga yang Perlu Diketahui
Halodoc, Jakarta - Olahraga pada dasarnya memiliki beragam manfaat bagi tubuh, mulai dari ujung kepala hingga kaki mendapatkan pengaruh positif dari aktivitas ini. Namun, untuk segelintir orang olahraga terkadang justru bisa menimbulkan masalah kesehatan. Contohnya, bagi mereka yang mengidap exercise-induced anaphylaxis (EIA) atau alergi olahraga. Masih asing dengan kondisi ini?
Alergi olahraga atau EIA kali pertama dijelaskan pada 1979 dalam jurnal Allergy and Clinical Immunology. Kasus alergi ini diperkirakan memengaruhi 50 dari 100.000 orang. Menurut ahli alergi dan imunologi di NYU Langone Health, anafilaksis (reaksi alergi berat) yang diinduksi oleh olahraga adalah kejadian langka yang terjadi ketika orang mengalami reaksi alergi parah yang mengancam jiwa. Gejalanya mencakup mengi, ruam, masalah pernapasan, dan syok.
Nah, berikut ini fakta mengenai alergi olahraga yang perlu diketahui.
Baca juga: Kenali Jenis-Jenis Alergi Berdasarkan Penyebabnya
1.Gejala Alergi Olahraga
Seseorang yang mengalami EIA bisa mengalami beragam gejala ketika alergi tersebut muncul. Gejala alergi olahraga datang dengan tiba-tiba dengan berupa keluhan ringan, tapi dapat berkembang dengan cepat. Nah, berikut ini gejala alergi olahraga yang bisa dialami pengidapnya:
- Gatal-gatal;
- Mual;
- Pusing;
- Pembengkakan;
- Kram;
- Diare;
- Batuk, mengi, atau kesulitan bernapas.
Hati-hati, alergi olahraga bisa berubah menjadi situasi yang mengancam jiwa, sehingga membutuhkan perhatian medis segera. Kasus EIA yang parah dapat berkembang menjadi syok, kehilangan kesadaran, dan gangguan pernapasan, atau serangan jantung. Tuh, seram kan?
2.Bukan Cuma Olahraga Berat
Banyak yang mengira kalau alergi olahraga hanya dipicu oleh aktivitas fisik yang berat. Padahal, kondisi ini bisa terjadi pada aktivitas fisik apapun, seperti menyapu atau sekadar menari di lantai dansa. Pada kasus yang jarang terjadi, anafilaksis dapat disebabkan oleh aktivitas fisik sebagai faktor tunggal.
Namun, ada pula faktor lainnya yang dapat berkontribusi, seperti makanan, kondisi cuaca, atau obat-obatan dapat menyebabkan anafilaksis yang dipicu oleh olahraga.
Baca juga: Seberapa Besar Pengaruh Olahraga pada Kesehatan Mental?
3.Dipicu oleh Makanan
Alergi olahraga atau EIA memiliki subtipe yang dikenal dengan food-dependent exercise-induced anaphylaxis (FDEIA). Jenis ini merupakan anafilaksis akibat olahraga yang bergantung pada makanan. Alergi jenis ini terjadi ketika kombinasi antara makanan (sebagai pemicu alergi) dan aktivitas fisik menginduksi anafilaksis.
"Prevalensi FDEIA tidak diketahui dengan baik, tetapi telah dilaporkan sekitar sepertiga atau setengah dari semua kasus EIA. Gejala dan penampakannya mirip dengan EIA,” ujar Brian Jin Choi, ahli kedokteran olahraga dan Hoag Orthopedic Institute di Orange County, California, AS.
Reaksi alergi ini tidak terjadi bila pengidapnya mengonsumsi makanan (sebagai pemicu alergi) tanpa melakukan olahraga berat. Dengan kata lain, hipersensitivitas makanan ini akan terjadi ketika dipicu (diinduksi) oleh olahraga berat.
4.Penyebabnya Masih Belum Jelas
Mau tahu apa yang menyebabkan EIA atau FDEIA? Sayangnya, hingga kini para ahli belum mengetahui secara persis penyebab kedua alergi ini.
“Mekanisme pasti antara olahraga dan anafilaksis masih kurang dipahami, tetapi ada hubungan antara makanan yang dimakan dalam waktu tiga jam setelah olahraga berat yang memicu reaksi ini," jelas Purvi Parikh, MD, ahli alergi di New York University Langone Health
Makanan apa pun bisa menjadi pemicu FDEIA, tetapi kondisi ini umumnya dipicu oleh kerang, gandum, makanan laut, kacang-kacangan, sereal, produk susu, dan seledri. Kondisi ini juga dapat diperburuk oleh asupan alkohol, konsumsi aspirin, atau obat antiinflamasi non steroid (NSAID).
Baca juga: Inilah yang Terjadi pada Tubuh Saat Berhenti Olahraga
5.Paling Sering karena Jogging
EIA atau FDEIA biasanya dipicu oleh latihan intensitas sedang, sebagian besar kasusnya paling sering dipicu oleh jogging. Meski begitu, kondisi ini bisa terjadi dengan level intensitas latihan fisik apa pun.
"Episode tidak sepenuhnya dapat diprediksi, dengan kata lain intensitas dan jenis latihan yang sama mungkin atau mungkin tidak menyebabkan gejala setiap saat. Beberapa faktor eksternal mungkin juga berperan, seperti kelembapan dan cuaca hangat atau dingin," jelas Jin Choi.
Mau tahu lebih jauh mengenai masalah di atas? Atau memiliki keluhan kesehatan lainnya? Kamu bisa kok bertanya langsung pada dokter melalui aplikasi Halodoc. Tidak perlu keluar rumah, kamu bisa menghubungi dokter ahli kapan saja dan di mana saja. Praktis, kan?