4 Cara Hadapi "Drama" Anak yang Beranjak Remaja
Halodoc, Jakarta – Menghadapi Si Kecil yang beranjak remaja bukanlah hal mudah. Sebab seringkali, kegiatan mengobrol antara orang tua dan anak berakhir dengan perdebatan yang berujung pada konflik. Ada banyak faktor yang memengaruhinya, mulai dari sikap pengendalian yang berlebihan, perbedaan pemahaman, perasaan salah dimengerti, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. (Baca juga: 4 Tren Ibu Zaman Now dalam Parenting)
Cara Menghadapi Drama Anak Remaja
Salah satu penyebab munculnya “drama” antara orang tua dan anak adalah metode komunikasi yang kurang tepat. Anak mengharapkan orang tua lebih mengerti keadaannya, sedangkan beberapa orang tua merasa berhak untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh sang anak. Oleh karena itu, berikut beberapa cara yang bisa ibu lakukan untuk menghadapi drama anak remaja:
1. Berikan Anak Kepercayaan
Anak memerlukan kesempatan untuk dipercaya. Jadi, biarkan ia membuktikan bahwa dirinya pantas mendapatkan kepercayaan tersebut. Misalnya, saat ia meminta izin untuk berkumpul dengan teman-temannya, sebaiknya ibu tidak melarang. Sebab, selama ia memberitahu dengan siapa dan kemana ia akan bermain, ibu tidak perlu khawatir. Jika ibu ragu, ibu bisa meminta kontak teman bermainnya untuk bertanya dan berjaga-jaga jika ponselnya tidak bisa dihubungi.
2. Berikan Ruang Privasi pada Anak
Sebagai orang tua, ibu mungkin ingin selalu tahu apa yang dikerjakan anak. Tapi ingat, anak yang beranjak remaja juga butuh privasi. Menurut studi dari Universitas Columbia, anak-anak memerlukan tingkat privasi tertentu yang disesuaikan dengan usia dan perkembangannya. Misalnya di usia tertentu, anak mungkin akan lebih tertutup mengenai kesehariannya. Selama tidak ada yang janggal, ibu tidak perlu khawatir. Namun jika ada, ibu boleh khawatir dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Diantaranya dengan mengajak anak berbicara, bertanya ke teman dekatnya, atau mencari tahu lewat akun media sosialnya.
3. Jadilah Pendengar yang Baik
Usia remaja adalah masa peralihan. Akan ada banyak hal yang terjadi pada kehidupan anak, mulai dari perubahan fisik akibat pubertas, masalah pertemanan, hingga kisah percintaan. Oleh karena itu, agar anak tidak salah “jalan”, ibu bisa memposisikan diri sebagai teman dan pendengar yang baik. Biarkan ia merasa diterima, karena para remaja akan lebih terbuka saat privasinya dihargai. Dengan begitu, ia akan merasakan adanya dukungan keluarga pada masa remajanya.
(Baca juga : Ketahui Fakta Mengenai Depresi pada Anak)
4. Jangan Ragu Ungkapkan Perasaan
Beberapa orang tua mungkin akan memarahi anak yang pulang larut malam karena merasa khawatir. Meskipun berniat baik, tindakan tersebut belum tentu diartikan sebagai bentuk kekhawatian oleh sang anak. Oleh karena itu, daripada menunjukkan amarah, akan lebih baik jika ibu mengungkapkan perasaan yang sejujurnya. Misalnya, “Ibu kan khawatir kalau kamu pulang malam dan enggak ada kabar. Jangan diulangi lagi, ya”. Dengan begitu, anak akan mengerti apa yang dipikirkan orang tuanya dan mengetahui apa yang boleh dan harus dilakukan untuk menjaga perasaan orang tuanya.
Sebagai manusia biasa, anak dan orang tua tentu tidak luput dari kesalahan. Karena itu, baik anak ataupun orang tua perlu belajar ikhlas untuk saling memaafkan. Karena apapun yang terjadi, hubungan anak dan orang tua tidak akan terpisahkan.
Nah, jika Anak punya keluhan kesehatan, ibu bisa bicara dengan dokter melalui aplikasi Halodoc. Ibu hanya perlu download aplikasi Halodoc di App Store dan Google Play untuk bicara pada dokter terpercaya melalui Chat, dan Video/Voice Call. Jadi, yuk, gunakan Halodoc sekarang juga. (Baca juga : Cara Benar Bilang "No" Pada Anak)