3 Mitos Tentang Diet Tinggi Protein yang Perlu Diluruskan
Halodoc, Jakarta - Protein adalah zat atau nutrisi penting yang sangat dibutuhkan tubuh. Beberapa peran pentingnya adalah menunjang pertumbuhan, pembentukan sistem kekebalan tubuh, hormon, enzim, dan berbagai jaringan tubuh lain. Lalu, pernahkah kamu mendengar tentang diet tinggi protein untuk menurunkan berat badan?
Seperti namanya, diet tinggi protein adalah metode penurunan berat badan yang difokuskan pada penambahan asupan protein dari makanan sehari-hari dan mengurangi karbohidrat. Diet ini muncul dengan keyakinan bahwa protein bisa menahan rasa lapar lebih lama. Namun, diet tinggi protein juga tak lepas dari berbagai mitos yang beredar.
Baca juga: Rahasia Bentuk Tubuh Ideal dengan Diet Golongan Darah
Mitos Tentang Diet Tinggi Protein
Sebenarnya, diet tinggi protein terbagi menjadi dua jenis, yaitu diet yang disertai dengan pembatasan karbohidrat dan menggantikannya dengan protein. Kedua, diet yang menggantikan seluruh kebutuhan karbohidrat tubuh dengan protein.
Normalnya, tubuh hanya membutuhkan sekitar 10-15 persen protein dari total kalori harian. Namun, orang yang melakukan diet tinggi protein perlu mengonsumsi protein sebanyak 25-35 persen dari total kalori harian.
Sama seperti metode diet lainnya, diet tinggi protein juga memiliki banyak mitos yang sebenarnya perlu diluruskan, yaitu:
1.Hanya Mengonsumsi Protein Tidak Mengenyangkan
Mitos ini tentunya sangat keliru. Sebab, mengonsumsi protein lebih banyak justru bisa mengenyangkan dan menahan lapar lebih lama. Terlebih, jika kamu mengonsumsi makanan tinggi protein, rendah lemak dan karbohidrat, akan menimbulkan peningkatan hormon leptin dalam tubuh. Hormon leptin adalah hormon yang bekerja untuk menekan nafsu makan.
Baca juga: Begini Cara Diet Mediterania Bisa Turunkan Berat Badan
2.Diet Tinggi Protein Sebabkan Kerusakan Ginjal
Orang yang memiliki penyakit ginjal memang tidak dianjurkan untuk mengonsumsi protein terlalu banyak. Protein bisa memperberat kerja ginjal yang sudah mengalami kerusakan. Namun, sejauh ini belum ada bukti kuat tentang kemungkinan diet tinggi protein menyebabkan kerusakan ginjal pada orang yang sehat.
3.Diet Tinggi Protein Memicu Kerusakan Hati
Proses metabolisme tubuh memang sangat bergantung pada organ hati. Orang yang mengalami gangguan pada fungsi hati, memang dianjurkan untuk tidak mengonsumsi protein dalam jumlah banyak, bahkan harus mengurangi jumlah asupan protein hariannya.
Namun, sama seperti poin sebelumnya, orang yang tidak memiliki masalah hati apapun bisa menjalani diet tinggi protein. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa mengonsumsi makanan tinggi protein bisa menyebabkan kerusakan hati.
Baca juga: Buah Segar atau Kering, Mana yang Lebih Tinggi Gula?
Itulah mitos seputar diet tinggi protein yang selama ini keliru. Dapat disimpulkan, menerapkan diet tinggi protein tidak menimbulkan masalah pada orang yang sehat. Namun, tubuh tetap perlu asupan zat gizi lain, sehingga sebaiknya tetap konsumsi karbohidrat dan jenis makanan lainnya untuk menghindari kekurangan suatu zat gizi.
Selain itu, jika kamu tertarik mencoba diet tinggi protein, sebaiknya download aplikasi Halodoc untuk berdiskusi dengan dokter terlebih dahulu. Lakukan juga pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah ada masalah kesehatan yang diidap. Sebab, seperti dijelaskan tadi, diet tinggi protein mungkin bisa berbahaya bagi orang yang mengalami kerusakan ginjal dan hati.
Referensi:
Advances in Nutrition: An International Review Journal. Diakses pada 2020. Controversies Surrounding High-Protein Diet Intake: Satiating Effect and Kidney and Bone Health.
Precision Nutrition. Diakses pada 2020. Will a High-Protein Diet Harm Your Health? The real story on the risks/rewards of eating more protein.
Healthline. Diakses pada 2020. The Lowdown on High-Protein Diets.
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. High-protein diets: Are they safe?
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan