3 Cara Orangtua Merespons Konflik dengan Remaja
Halodoc, Jakarta - Seiring dengan usia anak yang semakin bertambah, ibu pasti sering mengalami silang pendapat dengannya. Terlebih jika anak telah memasuki fase usia remaja. Beragam hal yang tadinya sangat mudah ia pahami. Misalnya mengapa ikut acara keluarga itu penting, mengapa ada makanan tidak sehat yang tidak boleh dikonsumsi, mendadak menuai protes, atau sangkalan dari sang buah hati. Ini pun membuat mereka cenderung ingin mengambil keputusan sendiri.
Tidak hanya itu, beda pendapat juga sering terjadi karena ibu dan anak yang kini memiliki perbedaan kepentingan atau keinginan. Perbedaan ini nantinya bisa menjadi konflik dan pertengkaran jika ibu lantas menanggapinya dengan emosi dan berakhir dengan memarahi anak. Apakah ibu termasuk salah satunya?
Cara Orangtua Merespons Konflik dengan Remaja
Demi menghindari konflik dengan remaja, tentu ibu harus punya cara yang tepat dalam memberikan respons. Jangan asal memarahi, karena komunikasi justru menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Sebenarnya, ada 3 cara yang lebih sering ditunjukkan oleh orangtua sebagai respons jika terjadi konflik dengan anak remaja mereka. Apa saja?
Baca juga: Orangtua Depresi Bisa Pengaruhi Psikologis Anak
-
Menghindari Konflik
Pertama adalah orangtua yang cenderung menghindari konflik karena banyak sebab, termasuk menghindari pertengkaran berkepanjangan, tidak berani melawan keinginan anak, hingga lelah berdebat tanpa hasil dan berharap konflik akan terselesaikan dengan sendirinya. Namun, ini justru bisa membuat masalah semakin bertumpuk, sehingga suatu saat bisa saja terjadi pertengkaran hebat kalau ibu sudah lagi tidak mampu mengontrolnya. Biasanya, orangtua yang menghindari konflik cenderung mendiamkan anak, mengungkapkan kalimat bernada tidak peduli, hingga memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
-
Konfrontasi
Cara kedua yang sering ditunjukkan orangtua adalah merespons dengan mengungkapkan semua yang dirasakan tanpa disaring terlebih dahulu, bahkan biasanya ini dilakukan dengan emosi yang telah tersulut. Hati-hati, karena ini justru bisa membuat anak merasa diserang, dipojokkan, dan disalahkan. Pun, ini akan membuat suasana dan hubungan ibu dengan anak menjadi semakin memanas.
Baca juga: Dampak Keluarga yang Tidak Harmonis pada Psikologi Anak
Bukan tidak mungkin juga, kemarahan yang ibu luapkan membuat anak tidak memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya, sehingga ia akan memilih untuk mendiamkan ibu dan bahkan mengabaikan ibu. Jika sudah demikian, ibu justru akan merasa semakin emosi dan kemarahan semakin tidak terkendali.
-
Mencoba Menyelesaikan Permasalahan
Cara terakhir adalah mencoba menyelesaikan permasalahan yang menjadi sumber terjadinya konflik. Cara ini dirasa paling tepat karena memang masalah hadir untuk dipecahkan, bukan untuk dibiarkan begitu saja. Namun, dalam penyelesaiannya, ibu harus punya 3 hal, yaitu keinginan mendengarkan, berkomunikasi baik dalam menyatakan pendapat, hingga mencari jalan tengah yang tepat dan tidak memihak.
Sebenarnya, konflik tidak pernah menjadi hal yang buruk. Justru, kemunculannya akan membuat ibu belajar untuk beradaptasi dengan apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan sang buah hati, atau mengerti posisi yang mereka alami. Jadi, ciptakan komunikasi yang baik dan terbuka, sehingga anak pun merasa nyaman untuk menceritakan masalah atau kendala yang sedang dihadapinya.
Baca juga: Beranjak Dewasa, Ini Alasan Anak Remaja Suka Membantah
Kalau ibu membutuhkan bantuan ahli dalam menghadapi konflik yang terjadi dengan anak, tidak ada salahnya untuk langsung bertanya pada dokter atau membuat janji dengan dokter ahli psikologi di rumah sakit terdekat. Gunakan aplikasi Halodoc agar tanya jawab atau membuat janji menjadi lebih mudah.
*artikel ini sudah tayang di SKATA