Alasan Buang Angin Selalu Bau
Halodoc, Jakarta - Buang angin merupakan salah satu mekanisme tubuh yang wajar dan pasti pernah dilakukan oleh siapa saja. Namun ada yang bilang, buang angin yang bagus adalah buang angin yang tidak berbau. Benarkah demikian?
Aroma yang dihasilkan dari buang angin adalah gas hidrogen sulfida. Menurut penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Exeter, terungkap bahwa dalam jumlah kecil, aroma buang angin dari tubuh kamu bisa menjadi obat bagi berbagai penyakit, seperti mencegah kanker, stroke, serangan jantung, dan demensia.
Dalam jumlah besar, hidrogen sulfida memang dapat membahayakan kesehatan. Namun, jika dalam jumlah kecil, gas ini mampu melindungi sel-sel tubuh dan melawan penyakit. Jadi, jika aroma buang anginmu bau, jangan dulu risau, karena itu juga bisa berarti tubuh kamu sehat.
Secara normal, aroma buang angin yang enggak enak itu dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, aroma tak sedap yang dihasilkan ketika buang angin dapat disebabkan karena gas terperangkap lama di dalam sistem pencernaan. Kondisi ini membuat bakteri dalam usus mulai menambahkan gas sulfat, sehingga gas yang keluar ketika kamu buang angin akan berbau busuk.
Kedua, aroma buang angin yang tidak enak juga bisa disebabkan oleh terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung sulfur, seperti telur, kembang kol, kubis, bawang merah, bawang putih, daging merah dan keju. Semua makanan tersebut akan menambah konsentrasi sulfur dalam pencernaan dan menyebabkan buang angin beraroma tidak sedap.
Indikasi Suatu Penyakit
Selain kedua penyebab tadi, aroma buang angin yang tidak enak juga dapat terjadi ketika ada sesuatu yang salah pada tubuhmu. Dalam hal ini, buang angin yang dialami merupakan gejala atau indikasi suatu penyakit. Berikut ini beberapa penyakit yang menyebabkan seseorang memiliki aroma buang angin yang sangat bau:
1. Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa (lactose intolerance) merupakan kondisi yang terjadi ketika sistem pencernaan tidak memiliki cukup enzim laktase untuk mencerna laktosa, yaitu sejenis gula dalam susu. Dengan demikian, ketika seseorang mengalami intoleransi laktosa, sistem pencernaannya tidak akan mampu mencerna susu atau produk susu lainnya, dan akan mengalami beberapa gejala seperti perut kembung hingga diare.
2. Malabsorpsi Karbohidrat
Kondisi ini memiliki dua tipe, moderat dan parah. Pada tipe moderat, malabsorpsi karbohidrat disebut juga sebagai intoleransi gluten, sementara bentuk parahnya disebut penyakit celiac. Penyebab penyakit ini adalah terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung gluten. Gejala yang dialami biasanya adalah sakit perut parah.
3. Infeksi Saluran Pencernaan
Saat aroma buang anginmu tidak enak dan disertai berbagai gejala seperti demam, sakit perut dan diare, bisa jadi ada infeksi pada saluran pencernaanmu. Infeksi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti masuknya parasit, virus, atau bakteri ke saluran pencernaan.
4. Gangguan Pencernaan
Kondisi ini ditandai dengan tidak mampunya organ-organ pencernaan mencerna makanan. Akibatnya, sisa makanan yang tidak tercerna itu akan terfermentasi dan menjadi busuk, sehingga dapat melepaskan gas berbau dan beracun. Gas itu juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti gangguan saraf, konstipasi, mulas, kembung, kram, dan melambatnya metabolisme.
5. Serangan Jamur Candida Albicans
Sejumlah kecil jamur memang wajar ada di saluran pencernaan. Namun jika jumlahnya terlalu banyak, akan berpotensi menyebabkan komplikasi. Seperti candida albicans misalnya, jamur jenis ini dapat terstimulasi oleh kondisi sekitarnya dan berubah menjadi jamur yang berbahaya bagi kesehatan.
Gejala yang dialami orang yang terserang jamur ini adalah kembung dan kram perut yang hebat. Jamur ini bisa muncul karena terlalu banyak mengonsumsi makanan fermentasi, gula, bir, roti, kacang-kacangan, dan makanan yang dipanggang.
Kalau kamu mengalami gejala seputar pencernaan, kamu bisa diskusikan langsung dengan dokter di Halodoc, melalui fitur Chat atau Voice/Video Call pada aplikasi Halodoc. Dapatkan juga kemudahan membeli obat secara online, kapan saja dan di mana saja, hanya dengan men-download aplikasi Halodoc.
Baca juga:
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan